Babad Limbangan Kabupaten Garut

Babad Limbangan Kabupaten Garut

Babad Limbangan Kabupaten Garut


Diceritakan, pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang bergelar Prabu Layaran Wangi (atau biasa kita kenal dengan sebutan Prabu Siliwangi). Prabu Layaran Wangi ini berasal dari sebuah kerajaan bernama kerajaan Pakuan Raharja, sebuah kerajaan besar di Tatar Sunda.


Disadur dari website pemerintah Kabupaten Garut, dalam Babad Limbangan Garut ini, dikisahkan, Sang Prabu memiliki seorang abdi atau pembantu yang mempunyai nama Aki Panyumpit. Dalam kesehariannya, Aki Panyumpit ini mengemban tugas dari Sang Prabu yaitu berburu binatang dengan menggunakan beberapa alat bantu yaitu alat sumpit (panah), lengkap dengan busurnya.


Aki Panyumpit Bertemu Putri Sunan Rumenggong


Dalam menjalankan aktifitas berburunya, Aki Panyumpit seringkali pergi kesana kemari mencari hewan buruan. Hingga pada suatu ketika Aki Panyumpit melangkahkan kaki berburu ke arah sebelah Timur. Sayang, sampai matahari tepat di atas ubun-ubun pun ia belum juga mendapat seekor pun hewan buruan, padahal bukan satu dua bukit yang sudah ia daki.


Ilustrasi Desa di Garut
Ilustrasi sebuah desa di Garut
Sumber : commons.wikipedia.org


Hingga pada akhirnya sampailah Aki Panyumpit di puncak sebuah gunung. Disana, sebagai seorang pemburu dengan penciuman yang sangat tajam indra penciumannya merespon sebuah wewangian, bola matanya yang awas pun melihat sinar cahaya yang jelas terpancar di sebelah utara Sungai Cipancar.


Selidik punya selidik, diketahuinya ternyata harum semerbak dan pancaran sinar yang ia lihat itu ternyata betasal dari tubuh seorang putri yang sedang membersihkan diri atau mandi di Sungai. Putri itu mengaku bahwa ia adalah putri dari Sunan Rumenggong yang bergelar Putri Rambut Kasih. Ia adalah penguasa daerah Limbangan.


Prabu Layaran Wangi Berniat Memperistri Putri dari Limbangan


Setelah bertemu dengan Nyi Putri Rambut Kasih dari Limbangan, Aki Panyumpit pun bergegas pulang dan selanjutnya menceritakan hal tersebut pada Prabu Layaran Wangi. Mendengar cerita tersebut, Prabu Layaran Wangi pun lalu menamai Gunung tempat bertemunya Aki Panyumpit dan Putri Limbangan tersebut sebagai Gunung Haruman (Gunung Wangi).


Beliau (Prabu Layaran Wangi) pun lalu berniat untuk memperistri sang Putri dari Limbangan tersebut. Guna mewujudkan keinginannya tersebut, ia lalu memberikan titah kepada dua orang pembesar kerajaan Pakuan Raharja yaitu Gajah Manggala dan Arya Gajah untuk menyampaikan maksud sang Prabu untuk mempersunting atau meminang sang Putri.


Bersama Aki Panyumpit, Gajah Manggala dan Arya Gajah berangkat untuk menyampaikan pinangan dengan sejumlah pengiring bersenjata lengkap. Prabu Layaran Wangi memberikan titah bahwa proses lamaran ini harus berhasil. Semua rombongan tidak diperkenankan kembali ke Pakuan Raharja jika proses lamaran tidak berhasil.


Dan memang ternyata prosesi lamaran Putri Limbangan ini tak semulus yang dikehendaki, karena Nyi Putri pada awalnya menolak lamaran dari Prabu Layaran Wangi. Tapi untunglah setelah ayahanda dari Sang Putri yaitu Sunan Rumenggong turun tangan menasehati putrinya, Nyi Putri akhirnya bersedia untuk menikah dan menjadi istri Prabu Layaran Wangi.


Terbentuknya kota Dayeuh Manggung


Waktu pun berlalu, setelah kira-kira sepuluh tahun berjalan, Nyi Putri melahirkan dua orang putra hasil dari pernikahannya dengan Prabu Layaran Wangi, Raja Pakuan Raharja. Kedua orang putra tersebut diberi nama Basudewa dan Liman Senjaya.


Kedua putra Prabu Layaran Wangi tersebut kemudian dibawa, diasuh, dan dididik oleh kakeknya yaitu Sunan Rumenggong di Limbangan. Dan setelah cukup umur, dua orang putra Nyi Putri itu dijadikan kepala daerah di sana, dimana Basudewa menjadi penguasa Limbangan yang bergelar Prabu Basudewa, dan Liman Senjaya menjadi penguasa daerah Dayeuh Luhur di sebelah selatan dan bergelar Prabu Liman Senjaya.


Dan dikemudian hari ketika Prabu Liman Senjaya sudah berkeluarga, sudah memiliki istri, ia membuka sebuah daerah untuk dijadikan babakan pidayeuheun (kota) yang ternyata berkembang pesat menjadi sebuah negara benama Dayeuh Manggung. Dan Dayeuh Manggung yang masyhur dengan hasil tenunannya ini terus berkembang hingga kemudian bisa sejajar dan dikenal dengan baik dengan dayeuh yang lebih dulu ada seperti Tibanganten, Sangiang Mayok, dan Mandalaputang.