Cerita Rakyat Sasakala Situ Bagendit

Cerita Rakyat Sasakala Situ Bagendit

Cerita Rakyat Sunda Sasakala Situ Bagendit

Cerita Rakyat Sunda Bahasa Indonesia Sasakala Situ Bagendit


Situ Bagendit, suatu area wisata berbentuk danau yang terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut ini merupakan salah satu objek wisata Kabupaten Garut yang sudah sangat dikenal dan populer di daerah Jawa Barat.

Akses jalan menuju objek wisata Situ Bagendit sangat mudah karena lokasinya berada tepat di pinggir jalan, menjadikannya sebagai tempat wisata favorit di Garut, dan selalu ramai dikunjungi oleh para pelancong pada hari-hari tertentu utamanya pada hari libur nasional dan akhir pekan.


Situ Bagendit
Situ Bagendit. Sumber commons.wikipedia.org

Yang menarik dari tempat wisata Situ Bagendit ini adalah, bukan hanya panorama alamnya yang sangat indah khas tanah Parahyangan, tetapi juga cerita rakyat yang terkandung di dalamnya. Ya, ada sebuah cerita rakyat atau legenda dibalik terbentuknya Situ Bagendit ini, yang berkisah tentang seorang janda kaya raya namun pelit dan kikir bernama Nyi Endit.

Berikut adalah Cerita Rakyat Sunda atau Dongeng Sunda Sasakala Situ Bagendit yang disadur dari beberapa sumber dan telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia :

Sasakala Situ Bagendit


Pada zaman dahulu, ribuan tahun yang lalu, di sebuah daerah hiduplah seorang janda kaya raya yang bernama Nyi Endit. Panggilan Nyi Endit ini sebenarnya adalah nama kecilnya, atau nama panggilannya. Nama janda ini sebenarnya adalah Nyi Bagendit.

Nyi Endit ini sudah sangat terkenal di daerah tempatnya tinggal sebagai seorang yang kikir, seseorang yang sangat pelit! Selain orang-orang yaitu para pesuruh dan pembantunya, tidak pernah ada yang keluar masuk ke rumah Nyi Endit. Rumah megahnya sangat tertutup bagi orang luar. Ia benar-benar hidup sendiri, benar-benar menyendiri saking tak mau berbagi. Memang begitulah Nyi Endit sehari-harinya, itu benar-benar bukan bualan semata.

Karena tabiatnya tersebut menjadikannya tidak begitu dikenal oleh warga sekitar. Ia tidak hidup berbaur dengan yang lainnya karena merasa diri lebih unggul dan tak selayaknya berada di tengah-tengah mereka yang tidak sederajat dengannya. Meski dirinya tak begitu dikenal, namun kekayaannya justru sudah terkenal kemana-mana, kebunnya yang luas, sawahnya yang membentang tak terbatas, dan rumahnya yang megah selalu jadi buah bibir warga di daerahnya, kekayaannya benar-benar tak ada yang menandingi.

Ditengah kekayaannya yang melimpah ruah itu, Nyi Endit seperti sengaja mengucilkan diri dengan membangun tempat tinggal di tengah hamparan sawah miliknya yang sangat luas. Apa yang dilakukannya itu memiliki maksud yang sangat jelas, yaitu ingin memisahkan diri dari penduduk sekitar dan tak ingin bercampur baur dengan yang lain karena takut harta miliknya berkurang karena sebab satu dan lain hal. Karena itulah Nyi Endit disebut sebagai seorang yang pelit dan kikir.

Diceritakan ketika musim panen sudah tiba, di sana sini warga melaksanakan panen yaitu memanen padi yang telah mereka tanam sekian lama di sawah mereka. Begitu pula dengan sawah Nyi Endit, sudah waktunya padi di sawah Nyi Endit untuk dipanen. Banyak orang menjadi buruh harian untuk memanen padi di sawah Nyi Endit yang sangat luas. Para buruh yang memanen sawah Nyi Endit bekerja dengan giat hingga selesai memanen sampai tuntas sampai seluruh padi Nyi Endit tersimpan di dalam Leuit (tempat penyimpanan padi).

Setelah semua pekerjaan selesai, sebagaimana sebuah kebiasaan turun temurun, Nyi Endit memberikan sedekah pada para pekerja atau buruh yang memanen sawahnya, penghulu desa serta tetangga dekatnya juga diundang untuk menikmati hidangan.

Nyi Endit menyiapkan sedekahnya sendirian, tanpa ada yang membantu. Adapun makanan dan nasi tumpeng yang sudah siap pun dibantu dihidangkan oleh para buruh yang sebelumnya bekerja untuknya. Apadaya setelah siap, ternyata hidangan dan undangan tak seimbang. Nasi tumpeng dan hidangan seadanya, sedangkan undangan ratusan orang yang datang. Hidangan habis dalam sekejap sementara perut para undangan tidak terisi sepenuhnya, kasarnya banyak dari tamu undangan masih menitikkan air liurnya dengan rasa lapar di perutnya.

Ketika hidangan sudah habis dan tamu undangan belum selesai menyantap nasi tumpeng bagiannya, datanglah seorang kakek yang sudah sangat renta dengan punggung bungkuk seolah tak kuat menahan rasa laparnya. Nyi Endit mengacuhkannya, tak diusir tapi juga tidak disambut. Kakek renta tersebut kemudian berjalan ke arah Nyi Endit dan meminta sedekah karena dirinya sudah sangat lapar. Mendengar permintaan itu Nyi Endit tiba-tiba marah dan menyebut kakek renta itu tak tahu malu, tidak ikut membantu panen tapi ikut meminta makan. Nyi Endit pun lalu mengusir kakek renta tersebut.

Sang kakek pun lalu pergi dengan perut yang sangat lapar dan juga rasa sakit hati karena sudah dimaki-maki. Sebelum pergi, sang kakek pun berkata "Segala sesuatu itu, baik yang baik ataupun buruk, pasti ada balasannya,". Sang kakek berkata demikian disaksikan oleh seluruh tamu undangan yang hadir.

Singkatnya, tatkala semua tamu undangan selesai melahap jamuan makan dan bersiap pamit, baru saja mereka melangkah keluar dari halaman rumah Nyi Endit, semua tamu tetiba menghenti langkah karena mendengar teriakan dari arah rumah megah milik Nyi Endit "Banjir! Banjirr !!" Suara teriakan terdengar keras.

Tidak diketahui dari mana datangnya air, tahu-tahu limpahan air sudah menggenangi pekarangan rumah Nyi Endit. Paniklah semua tamu tersebut dan semua berlarian menyelamatkan diri, tak ingat pada yang lain yang penting selamat diri sendiri dulu. Nyi Endit pun sama, ia yang awalnya berniat menyingkirkan air dari rumahnya malah terkaget karena begitu keluar rumah air tiba-tiba menggulung ibarat ombak dan menuju ke arahnya. Tak lama rumah Nyi Endit pun menghilang ditelan air.

Nyi Endit tak berdaya, ia timbul tenggelam dalam hamparan air sambil sesekali terdengar terikan minta tolong dari mulutnya. Tapi tak berselang lama suara tersebut menghilang seiring dengan makin meningginya luapan air. Nyi Endit tenggelam, rumah megahnya pun sudah tak tampak. Begitupun sawah dan kebun milik Nyi Endit, hamparan sawah dan kebun tersebut telah berganti jadi genangan air yang sangat luas. Sekeliling rumah, sawah, dan kebun Nyi Endit seketika berubah menjadi situ (danau). Dan dikemudian hari, danau tersebut dikenal dengan nama Situ Bagendit, nama Situ Bagendit tersebut masyhur hingga sekarang.